
Beberapa sumber menyebut bahwa pembiayaannya patung berasal dari kantong pribadi Bung Karno. Bung Karno menjual sebuah mobil pribadinya untuk biaya pembuatan patung Pancoran.
Versi lain menyebut pembangunan patung ini sempat terhenti karena kekurangan dana, lalu Soekarno rela menjual mobilnya demi berdirinya Patung Dirgantara di Pancoran.
Tak hanya membiayai, proses pemasangan Patung Dirgantara juga selalu ditunggui oleh Bung Karno. Bahkan kehadiran Bung Karno selalu merepotkan aparat negara yang bertugas menjaga keamanan sang kepala negara. Kehadiran Bung Karno juga merepotkan para pekerja.
Bung Karno pun detail memperhatikan setiap pembangunan patung. Termasuk arah patung. karena hal ini kemudian muncul kabar Soekarno punya rencana tersendiri atas patung Dirgantara. Soekarno dikabarkan menyimpan harta karun di suatu tempat dan lokasi itu ditunjukan oleh patung perunggu tersebut.
Patung Dirgantara sendiri menghadap ke utara dengan tangannya mengacung ke bekas Bandar Udara Internasional Kemayoran. Lalu apakah di sana Soekarno menyimpan harta karunnya? Hingga kini kabar tersebut baru sebatas kabar burung.
Patung Dirgantara yang terbuat dari bahan perunggu dengan berat patung 11 ton hingga kini masih berdiri kokoh. Tinggi patung 11 meter, sementara tinggi voetstuk atau kaki patung 27 meter. Proyek pembangunannya dikerjakan oleh PN Hutama Karya dengan IR Sutami sebagai arsitek pelaksananya.
HARTA karun peninggalan mantan presiden Soekarno selama ini masih misteri, bahkan tak sedikit yang meragukannya. Kasus kegagalan pencarian harta peniggalan Prabu Siliwangi di Istana Batutulis beberapa waktu lalu, sepertinya memupus harapan orang untuk memercayai hal-hal yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Namun lelaki yang menyebut diri satria piningit bernama Soenuso Goroyo Soekarno mengaku dapat mengangkat peninggalan Presiden Pertama RI itu. Bentuknya berupa ratusan keping emas lantakan, platinum, sertifikat deposito obligasi garansi, dan lain-lain. ”Ini baru sampel dan silakan mengecek kebenarannya. Jika bohong, saya siap digantung,” katanya kepada wartawan.
Mantan anggota TNI yang dahulu bernama Suwito itu sengaja mengundang wartawan di rumahnya, Perumahan Cileungsi Hijau, daerah perbatasan Bogor-Bekasi, untuk menyaksikan temuannya. Di rumahnya yang cukup megah disiapkan hidangan layaknya orang hajatan. Maklum, Goroyo, begitu dia biasa disapa, juga mengundang Pangdam Jaya, Kapolda, dan anggota Muspida. Tetapi dari mereka, tak ada pejabat datang.
Kepada tamunya, suami RA Lastika ini memperlihatkan peti besar berisi ratusan keping emas lantakan, masing-masing beratnya 8 ons bergambar Soekarno dan di baliknya ada gambar padi dan kapas. Pada satu sisinya ada tulisan 80 24K 9999. Sementara itu emas putih (platinum) juga berbentuk lantakan berlogo tapal kuda putih bertulisan JM Mathey London. Logam itu dibungkus emas dan bersertifikat emas pula.
Meskipun bersertifikat dan diyakini keasliannya, pada kesempatan itu tidak dihadirkan orang yang mengetahui emas atau pakar yang bisa memastikan asli atau tidak harta benda tersebut.
Memberi Kuasa
Peninggalan lain berupa sertifikat deposito bertanggal 16 Agustus 1945 yang dikeluarkan oleh BPUPKI yang menyebut sejumlah harta yang disimpan di suatu tempat.Adapula sertifikat berbahasa Inggris yang juga disegel dan ditulis di atas lembar kuningan. Sertifikat itu ada yang bertuliskan ”Hibah Substitusi” yang dipercayakan kepada R Edi Tirwata Dinata (108).
Yang terakhir ini, konon karena sudah tua, lantas memberikan kuasa kepada R Anton Hartono untuk mengurus harta benda yang disimpan di Swiss. Bentuknya mikrofilm, dua lembar dokumen, anak kunci boks deposit di JBS, Jenewa, dan dua buah koin. Di dalam sertifikat itu disebutkan, ada dana berjumlah 126,2 miliar dolar AS dan 63,10 miliar dolar AS.
”Insya Allah, jika saya diberi izin, semua harta peninggalan Bung Karno ini bisa membayar utang kita. Saya yakin bisa melaksanakannya,” ungkap Goroyo sembari membantah dirinya paranormal. Dia juga membantah berambisi menjadi presiden atau jabatan politis lain. ”Semua saya lakukan dan beberkan untuk membangun negara kita,” tegasnya.
Saat mendekati rumahnya, di pintu gerbang perumahan dan di depan rumahnya terpampang spanduk putih bertulisan merah, ”Satrio Piningit Soenuso Goroyo Soekarno sang Juru Selamat Telah Hadir di Bumi Indonesia.”
Goroyo mengemukakan, dia hanya ingin ada saksi dari aparat soal harta temuannya itu. Selanjutnya akan diserahkan kepada Megawati dan diharapkan bisa unuk tmelunasi utang luar negeri pemerintah. ”Saya tidak ingin imbalan apa pun termasuk jabatan. Saya hanya butuh pengakuan dan surat kuasa untuk meneruskan pencarian harta ini. Namun tampaknya Kapolda dan Kapolri berhalangan.”
Dia menceritakan proses pencarian harta tersebut. Diawali dari kebiasaannya bertirakat di berbagai tempat, lantas mendapatkan petunjuk. Petunjuk awal adalah sebuah tongkat wasiat yang diyakini tongkat komando milik Presiden Soekarno yang kemudian disimpannya hingga kini.
Selanjutnya, dengan tirakat pula, secara gaib harta benda itu bisa diangkat dari beberapa daerah di Bali, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. ”Meskipun benda ini kini nyata, tapi awalnya adalah harta gaib. Jadi, mengambilnya juga dengan cara gaib. Saya tidak boleh memilikinya. Saya diperintahkan menyerahkan kepada negara untuk menyelamatkan bangsa,” paparnya.
Ketika disinggung, kenapa justru membeberkan kepada wartawan, bukan langsung menyerahkan kepada pemerintah, Goroyo menyatakan dirinya sudah capai berhubungan dengan pejabat. Awalnya dia melapor kepada Presiden tapi tidak digubris. Kemudian kepada mantan atasannya, Kol Art Harus Putri Osa, Dan Men Arhanud I Kodam Jaya, ke Mabes TNI, bahkan juga dilaporkan kepada Permadi SH.
Namun semua seperti tidak menghiraukannya. ”Karena itu, saya mengundang rekan-rekan wartawan untuk menyaksikan langsung,” ujar Goroyo sembari menegaskan, sebagai satria piningit dirinya mengemban tugas menyelamatkan bangsa. Sebutan satria itu dia jelaskan, tidak ada kaitannya dengan ramalan yang pernah diucapkan Permadi bahwa negeri ini akan dipimpin satria piningit.
Harta Karun Soekarno , Akhirnya Ditemukan Juga
Semoga ini bisa membantu (juga koreksi untuk posting ismanujev sebelumnya)
Didaerah Ciampea ada beberapa prasasti. Lahan tempat prasasti-prasasti ini ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah “kota pelabuhan sungai” yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.
Prasasti-prasati itu antara lain:
Prasasti Pasir Muara
Prasasti ini ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak “sangkala” yang mengikuti ketentuan “angkanam vamato gatih” (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi (catatan penulis: nabi Muhammad lahir tahun 571 M).
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun Museum Sejarah Jakarta
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang “pandatala” (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan fungsinya seperti “tanda tangan” pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya.
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra.
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
Shriman data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam – padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam – bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah
Sebenarnya saya mempunyai suatu spekulasi yang muncul dari kemungkinan historis adanya transmisi pengetahuan dari wilayah India, Jawa, ke Mediterania, dan akhirnya berujung kembali di wilayah asalnya yaitu Aleksandria tempat dimana Perpustakaan Terlengkap di Dunia pernah Berdiri dan 9 pemikir Agung menekuni sains.
9 adalah simbol realitas yang tercitra di akal pikiran,
6 adalah bayangan realitas di retina mata manusia,
9 adalah tampilan fenomena realitas benda-benda di bawah naungan sinar matahari,
6 adalah simbol kelahiran Sang Waktu alias Matahari itu Sendiri sebagai Indra.
Prasasti yang mencetak simbol tersebut menyembunyikan arti bahwa cikal bakal kerajaan Kuno di Tanah Sunda adalah seorang raja yang menguasai ilmu pengetahuan dengan transmisi yang berasal dari Yunani Kuno, Mesir, India dan Cina.
Sampai sejauh ini saya masih berspekulasi atas kemungkinan diatas karena kurangnya literatur yang kompeten atau tidak tahu sama sekali karena bidang saya bukan arkeologi.
Bilangan-bilangan lainnya muncul dengan mengalikan secara berturutan sebanyak 3 kali, 2x2x2=8, 3x3x3=27, 4x4x4=64=8×8 yang ternyata menthok ketika disandingkan dengan geometri dan disebut anomali runtuhnya papan catur Brahmana India.